Perubahan Bentuk Kata
Pembahasan
1.1 PERUBAHAN BENTUK
KATA
Dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan, wajarlah bila selalu terdapat peristiwa
perubahan, terutama perubahan bentuk kata. Pada umumnya, perubahan bentuk kata
itu disebabkan oleh adanya perubahan beberapa kata asli karena pertumbuhan
dalam bahasa itu sendiri, atau karena memang adanya perubahan bentuk dari
kata-kata pinjaman.
Perubahan-perubahan
bentuk kata apapun dalam suatu bahasa lazim disebut gejala bahasa. Apa
gejala bahasa itu? Badudu (1981:47) dalam bukunya Pelik-Pelik Bahasa Indonesia
menjelaskan bahwa gejala bahasa ialah :peristiwa yang menyangkut
bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukkannya:.
Adapun macam-macam gejala bahasa dapat diuraikan sebagai berikut.
A.
ANALOGI
Analogi merupakan salah
satu cara pembentukan kata baru. Dalam suatu bahasa yang disebut analogi adalah
suatu bentukan bahasa dengan meniru contoh yang sudah ada. Dalam suatu bahasa
yang sedang tumbuh dan berkembang, pembentukan kata-kata baru (analogi) sangat
penting sebab bentukan kata baru dapat memperkaya perbendaharaan bahasa.
Menyatakan
laki-laki
|
Menyatakan
perempuan
|
Saudara /a/
|
Saudari /i/
|
Pemuda /a/
|
Pemudi /i/
|
Siswa /a/
|
Siswa /i/
|
Mahasiswa /a/
|
Mahasiswi /i/
|
Kedua bentuk kata itu
terdapat perbedaan fonem, yaitu fonem /a/ dan /i/ pada akhir kata. Fonem /a/
dan /i/ mempunyai fungsi menyatakan perbedaan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan.
B.
ADAPTASI
Adaptasi ialah
perubahan bunyi dan struktur bahasa asing menjadi bunyi dan struktur yang
sesuai dengan penerimaan pendengaran atau ucapan lidah bangsa pemakai bahasa
yang dimasukinya. Adaptasi atau penyesuaian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
1. Adaptasi
fonologis adalah penyesuaian perubahan bunyi bahasa asing
menjadi bunyi yang sesuai dengan ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang
dimasukinya.adaptasi ini menekankan pada lafal bunyi, misalnya:
Bahasa Asing
atau Daerah
|
Bahasa yang
Dimasukinya
|
Fadhuli (Arab)
|
Peduli
|
Vooloper (Belanda)
|
Pelopor
|
Chauffeur (Belanda)
|
Sopir
|
Trampil (Jawa)
|
Terampil
|
Kraton (Jawa)
|
Keraton
|
2. Adaptasi
Morfologis adalah penyesuaian struktur bentuk kata. Perubahan
struktur bentuk kata ini pasti berpengaruh pada perubahan bunyi, misalnya.
Bahasa Asing
|
Bahasa yang
Dimasukinya
|
Schildwacht (Belanda)
|
Sekilwak
|
Parameswari (Sanskerta)
|
Permaisuri
|
Prahara (Sanskerta)
|
Perkara
|
C.
KONTAMINASI
Dalam bahasa Indonesia,
kata kontaminasi sama dengan kerancuan. Kata rancu berarti ‘campur aduk’, ‘kacau’. Dalam bidang bahasa, kata rancu (kerancuan) dipakai sebagai
istilah yang berkaitan dengan pencampuradukan dua unsur bahasa (imbuhan, kata,
frase, atau kalimat) yang tidak wajar. Perhatikan kata-kata sebagai berikut:
1.
Dinasionalisirkan
2.
Dipublisirkan
Pada contoh di atas,
dapat kita lihat kerancuan akhiran {-ir} (Belanda) dengan akhiran {-kan}. Baik
akhiran {-ir} maupun akhiran {-kan} berfungsi membentuk kata kerja. Pada bentuk
rancu dinasionalisirkan dan dipublisirkan, terjadi dua kali proses
pembentukan kata kerja itu;pertama, dengan akhiran {-ir}, dan kedua dengan
akhiran {-kan}. Bentuk dinasionalisasikan
berasal dari tumpang tindih dua kata: dinasionalisir
dan dinasionalisasikan, kedua bentuk
terakhir ini sama artinya.
Bentuk kata kerja di
atas dalam pemakaian bahasa Indonesia bersaing dengan kata-kata dinasionalisasikan dan dipublikasikan, yang hanya terjadi satu
kali proses pembentukkannya, yaitu dari kata benda nasional dan kata benda publikasi.
Peristiwa seperti diatas disebut kontaminasi
bentukan kata.
D.
HIPERKOREK
Gejala hiperkorek
merupakan proses pembetulan bentuk yang sudah betul lalu malah menjadi salah.
Gejala hiperkorek dapat kita perhatikan dalam uraian berikut.
a. Fonem
/s/ menjadi /sy/ ;
Sehat menjadi syehat;
Insaf menjadi insyaf;
Saraf menjadi syaraf;
b. Fonem
/h/ menjadi /kh/ :
Ahli menjadi akhli;
Hewan menjadi khewan;
Rahim menjadi rakhim;
c. Fonem
/p/ menjadi /f/ :
Pasal menjadi fasal;
Paham menjadi faham;
d. Fonem
/j/ menjadi /z/ :
Ijazah menjadi izazah;
Jenazah menjadi zenazah.
Gejala hiperkorek ini juga melanda ragam bahasa
pergaulan remaja, atau dalam ragam bahasa lawak. Misalnya, kofi, mefet, padahal semestinya kopi;
misalnya susu diucapkan syusyu (periksa:
Jupriono, 1993).
E.
VARIAN
Gejala varian sering kita jumpai dalam ucapan
pejabat pada Era Orde Baru. Vocal /a/ pada sufiks –kan menjadi /ə/. Misalnya:
Direncanakan menjadi direncanaken;
Digalakkan menjadi digalakken;
Diambilkan menjadi diambilken;
Membacakan menjadi membacaken;
Membanggakan menjadi membanggaken;
Berdasarkan menjadi berdasarken.
F.
ASIMILASI
Gejala asimilasi berarti proses penyamaan atau
penghampirsamaan bunyi yang tidak sama. Misalnya:
Alsalam > assalam > asalam;
Inmoral > immoral > immoral
Mertua > mentua
G.
DISIMILASI
Disimilasi adalah proses berubahnya dua buah fonem
yang sama menjadi tidak sama. Misalnya:
Vanantara (Sanskerta) > belantara;
Citta
(Sanskerta) > cipta;
Sajjana (Sanskerta) > sarjana;
Rapport (Belanda) > lapor;
Lalita (Sanskerta) > jelita;
Lauk-lauk (Melayu) > lauk pauk.
H.
ADISI
Gejala adisi adalah perubahan yang terjadi dalam
suatu tuturan yang ditandai oleh penambahan fonem. Gejala adisi dapat dibedakan
atas protesis, epentesis, dan paragog.
1. Protesis
ialah proses penambahan fonem pada awal kata.
Lang > elang;
Mas > emas;
Stri > istri;
Smara > asmara.
2. Epentesis
ialah proses penambahan fonem di tengah kata.
General > jenderal;
Gopala > gembala;
Racana > rencana;
Upama > umpama;
Kapak > kampak.
3. Paragog ialah
proses penambahan fonem pada akhir kata.
Lamp > lampu;
Hulubala > hulubalang;
Ina > inang;
Adi > adik;
Boek
(Belanda) > buku.
I.
REDUKSI
Gejala reduksi adalah peristiwa pengurangan fonem
dalam suatu kata. Gejala reduksi dapat dibedakan atas aferesis, sinkop, dan apokop.
1. Aferesia
ialah proses penghilangan fonem pada awal kata.
Upawasa > puasa;
Uelociped > sepeda;
Telentang > tentang;
Tatapi > tetapi > tapi;
Anadhyaksa > jaksa.
2. Sinkop
ialah penghilangan fonem di tengah-tengah kata.
Utpati > upeti;
Listuhayu > lituhayu;
Sahaya > saya;
Kelamarin > kemarin;
Bahasa > base.
3. Apokop
ialah proses penghilangan fonem pada akhir kata.
Pelangit > pelangi;
Possesiva > posesif;
Import > impor;
Mpulaut > pulau.
J.
METATESIS
Metatesis suatu pertukaran, adalah perubahan kata
yang fonem-fonemnya bertukar tempatnya. Contoh:
Rontal > lontar;
Beting > tebing;
Kelikir > kerikil;
Banteras > berantas;
Almari > lemari;
Apus > usap
sapu;
Lebat > tebal.
K.
DIFTONGISASI
Diftongisasi adalah proses perubahan suatu monoftong
jadi diftong. Contoh:
Sodara > saudara;
Suro > surau;
Pulo > pulau;
Pete > petai;
Sate > satae;
Gule > gulai;
bale > balai.
L. MONOFTONGISASI
Monoftongisasi adalah
proses perubahan suatu diftong (gugus vocal) menjadi monoftong. Contoh:
Gurau > guro;
Bakau > bako;
Sungai > sunge;
Danau > dano;
Buai > bue;
Tunai > tune.
M. ANAPTIKSIS
Anaptiksis adalah
proses penambahan suatu bunyi dalam suatu kata guna melancarkan ucapannya.
Contoh:
Putra > putera;
Putri > puteri;
Slok > seloka;
Candra > candera;
Srigala > serigala.
N. HAPLOLOGI
Haplologi adalah proses
penghilangan suku kata yang ada di tengah-tengah kata. Contoh:
Sarnantara > sementara;
Budhidaya > budaya;
Mahardhika > merdeka.
O. KONTRAKSI
Kontraksi adalah gejala
yang memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan.
Kadang-kadang, ada perubahan atau penggantian fonem. Contohnya:
Perlahan-lahan > pelan-pelan;
Bahagianda > baginda;
Tidak ada > tiada;
Tapian na uli > tapanuli.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus